HUKUM WANITA BERPUASA YANG MENGELUARKAN DARAH

HUKUM WANITA BERPUASA YANG MENGELUARKAN DARAH

HUKUM WANITA BERPUASA YANG MENGELUARKAN DARAH

Pertanyaan: Assalamu’alaikum Wr. Wb. Bagaimana jika puasa masih saja mengeluarkan darah tapi itu bukan haid? Darah keluar akibat efek penggunaan KB sampai 6 bulan melahirkan masih keluar darah bagaimana puasanya?
Sedang itu bukan darah mens atau nifas. Terimakasih

Jawaban:
Wa’alaikumussalam Wr. Wb. Untuk mengetahui haid/bukan haid, itu bukan dengan pil KB, tapi mengikuti rumus haid. Pil KB tidak akan merubah rumus haid. Untuk mengetauhi darah itu haid atau nifas adalah dengan rumus khusus haid dan nifas.
Rumus haid ada 5:
1. Dia telah berusia 9 tahun hijriah atau lebih.
2. Darah keluar setelah didahului suci 15 hari 15 malam atau lebih.
3. Darah tidak kurang dari 24 jam (dalam jangka 15 hari). 4.Darah tidak lebih dari 15 hari .
5.Darah tidak didahului oleh kelahiran.

Ada beberapa hal yang perlu diketahui:
1. Paling sedikitnya nifas adalah setetes
2. Paling banyaknya nifas adalah 60 hari
3. Umumnya darah nifas adalah 40 hari

Kaedah-kaedah mengetahui darah nifas:
1. Darah keluar setelah kelahiran janin atau bakal janin.
2. Bersihnya rahim dari kandungan.
3. Darah keluar sebelum berlalunya 15 hari dari saat melahirkan.
4. Darah keluar tidak boleh melebihi 60 hari dari saat melahirkan.
5. Waktu darah terputus tidak boleh melebihi 15 hari.

Jika memang terbukti dengan rumus itu bukanlah darah haid dan bukan darah nifas maka hukum puasanya adalah tetap sah (berarti itu adalah darah istihadhah) dan jika itu darah istihadhah maka baginya tetap wajib berpuasa dan wajib shalat, karena pada hakikatnya dia tidak haid dan nifas. Dalam masalah haid hendaknya melihat buku kami “Fiqih Haid Praktis”. Wallahu a’lam bish-shawab.

APA HUKUM MEMASTURBASIKAN SUAMI DI SIANG RAMADHAN?

APA HUKUM MEMASTURBASIKAN SUAMI DI SIANG RAMADHAN?

APA HUKUM MEMASTURBASIKAN SUAMI DI SIANG RAMADHAN?

Pertanyaan: Assalamu’alaikum Wr. Wb. Buya Yahya yang saya hormati, saya ingin bertanya apakah hukumnya memasturbasikan suami di bulan Ramadhan? sebagai ganti karena saya menolak ajakan suami saya Buya. Syukron Buya.

Jawaban:
Wa’alaikumussalam Wr. Wb. Mengeluarkan mani di siang hari bulan Ramadhan adalah membatalkan puasa sedangkan membatalkan puasa tanpa ada udzur (sebab yang diperkenankan oleh syariat) hukumnya haram dan dosa besar.

Maka bagi istri yang menolak melayani suami bersenggama di bulan Ramadhan adalah benar, akan tetapi kalau beralih membantu suami mengeluarkan mani dengan tangannya atau yang lainnya tetap salah dan berdosa karena membantu suaminya membatalkan puasa.

Sebaiknya seorang istri harus cerdas jika menemukan suami mempunyai syahwat yang besar hendaknya bisa membantunya untuk menghindar dari dosa dengan sebisa mungkin untuk bisa melayaninya di malam hari agar di siang harinya saat berpuasa bisa terkurangi syahwat tersebut.
Wallahu a’lam bish-shawab.

HUKUM BERSETUBUH DI SIANG HARI RAMADHAN

HUKUM BERSETUBUH DI SIANG HARI RAMADHAN

HUKUM BERSETUBUH DI SIANG HARI RAMADHAN

Pertanyaan: Assalamu’alaikum Wr. Wb. Buya Yahya yang terhormat, izinkanlah saya untuk bertanya kepada anda. Bagaimana hukumnya apabila sepasang suami istri melakukam hubungan intim pada siang hari di bulan Ramadhan? Apakah saya sebagai istri boleh menolak ajakan suami tersebut? Tolong jawabannya Buya, terima kasih.

Jawaban:
Wa’alaikumussalam Wr. Wb. Bersenggama di siang hari di bulan Ramadhan adalah membatalkan puasa jika tidak karena udzur (karena 9 sebab memperkenankan berbuka), hukumnya haram dan dosa besar bagi suami dan istri.

Bagi seorang istri wajib hukumnya menolak permintaan suami untuk melayaninya di siang hari bulan Ramadhan dan kalau seorang istri melayani, maka berdosa besar karena menolong suami berbuat dosa.

Memang seorang istri tidak terkena denda dan hukuman di dunia (kaffarah), akan tetapi ia akan mendapat hukuman di akhirat yang sangat mengerikan. Sedangkan bagi sang suami dikenai hukuman di akhirat dan di dunia dengan memerdekakan 1 budak, jika tidak ada maka harus puasa 2 bulan berturut-turut, jika tidak mampu maka harus memberi makan 60 orang fakir miskin dengan setiap orangnya 1 mud (setara dengan 6,7 0ns).

Dalam berumah tangga jangan sampai ada pelanggaran-pelanggaran syariat seperti ini, karena pelanggaran hanya akan menghilangkan rahmat Allah yang akhirnya hilanglah keindahan dalam berumah tangga. Carilah kesenangan dan kebahagiaan dengan cara yang Allah ridhai. Wallahu a’lam bish-shawab.

PEKERJA BERAT, BOLEHKAH TIDAK BERPUASA?

PEKERJA BERAT, BOLEHKAH TIDAK BERPUASA?

PEKERJA BERAT, BOLEHKAH TIDAK BERPUASA?

Pertanyaan: Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Buya, saya bekerja merantau sebagai seorang tukangbangunan di sebuah proyek gedung bertingkat. Saya merasa sangat payah dalam pekerjaan saya. Bolehkah saya tidak berpuasa Buya?
Apakah nanti wajib qadha dan fidyah juga?

Jawaban:
Wa’alaikumussalam Wr. Wb.
Salah satu dari 9 orang yang boleh meninggalkan puasa, yaitu orang sakit (dengan ketentuan-ketentuannya). Namun, disini juga bisa dibahas tentang orang-orang yang bekerja berat/para pekerja berat. Para pekerja keras boleh meninggalkan puasa ramadhan di saat dia benar-benar merasa berat dalam menjalankan puasa, dengan syarat:

1. Malam harinya harus tetap niat berpuasa lalu berpuasa di siang harinya sampai benar-benar sekiranya merasakan lemah/berat sekali/tidak kuat, maka diperbolehkan berbuka dengan memakan/meminum sekedarnya saja. Sekiranya untuk membangkitkan tenaga. Nanti jika merasakan lagi kelemahan yang sangat, maka diperbolehkan lagi makan/ minum sekedarnya saja.

2. Dia wajib mengqadha hari yang ia batalkan puasanya tersebut setelah melewati hari raya.

Haram hukumnya jika pekerja berat tersebut sudah berbuka dari awal pagi/tidak mencoba menjalankan puasanya terlebih dahulu semampunya. Karena dalam hal ini dia bisa saja membatalkan pekerjaannya. Semoga kita bisa meraih kemuliaan Ramadhan di tahun ini. Aamin.
Wallahu a’lam bish-shawab.

*DO’A KHUSUS BULAN RAMADHAN* Oleh : Buya Yahya

*DO’A KHUSUS BULAN RAMADHAN*
Oleh : Buya Yahya
(Pengasuh LPD Al-Bahjah Cirebon)

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وصحبه ومن والاه.

Tentang doa di bulan Ramadhan yaitu doa :

اَشْهَدُ اَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله. اَسْتَغْفِرُ الله, أَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ وَأَعُوْذُ بِكَ مِنَ النَّارِ (3x) اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ كَرِيْمٌ, تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّيْ (3x)

Untuk menjelaskan tentang doa tersebut, yang pertama adalah :

Doa tersebut diatas adalah doa yang diambil dari gabungan beberapa riwayat dari Nabi SAW. Telah datang riwayat – riwayat yang banyak agar kita memperbanyak ibadah di bulan Ramadhan, termasuk di dalamnya adalah beristighfar, berdzikir dan berdoa kepada Allah SWT. Masalah doa yang biasa dibaca di bulan Ramadhan, mari kita rinci satu persatu.

1. Mengucapkan : لا اله الا الله (Bersaksi bahwa tidak ada Tuhan
selain Allah) adalah kalimat Thoyyibah.
Dalam hal ini telah datang riwayat yang sangat banyak dari Nabi SAW tentang لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ .

Laa ilaaha illallah ( لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ) adalah kalimat thoyyibah yang Nabi SAW menghimbau untuk selalu memperbanyak لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ, seperti disebutkan oleh Rasulullah SAW :

عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( مَنْ كَانَ آخِرُ كَلامِهِ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ ) .رواه أبو داود )
“Barangsiapa di akhir hayatnya membaca laa ilaaha illallah maka ia
masuk surga.” (H.R. Abu Daud)

Juga himbauan Nabi SAW :

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: جَدِّدُوا إِيْمَانَكُمْ . قِيْلَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ! وَكَيْفَ نُجَدِّدُ إِيْمَانَنَا ؟ قَالَ : أَكْثِرُوا مِنْ قَوْلِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ ) ( مسند أحمد ” (2/359))

Artinya :
Nabi SAW bersabda : “ Perbaharuilah iman kalian”. Sahabat menjawab : “ Yaa Rasulallah ! Bagaimana kami memperbaharui iman kami?” Rasulullah SAW menjawab : “Perbanyaklah engkau untuk membaca : ” لاَ إِلَهَ إِلا الله” َّ
Musnad Ahmad : 2 / 359)

Bahkan juga dikatakan :

عن جابر بن عبد الله رضي الله عنه قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : أَفْضَلُ الذِّكْرِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، وَأَفْضَلُ الدُّعَاءِ الحَمْدُ للهِ (رواه الترمذي)

Dari Jabir bin Abdillah r.a. berkata : Aku mendengar Rasulullah SAW berkata : “ Sebaik – baik dzikir adalah : Kalimat : “Laa ilaa illallah” dan sebaik – baik do’a : “Alhamdulillah”. (H.R. At-Tirmidz)

2. Masalah Istighfar

Sangat banyak perintah dari Al-Qur’an dan Hadits Nabi agar kita memperbanyak istighfar.

فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا (10) يُرْسِلِ السَّمَآءَ عَلَيْكُمْ مَدْرَارًا (11) وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَ بَنِيْنَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا (12) (نوح : 10 – 12)
Artinya :
“ Maka aku katakan kepada mereka : ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat. Dan membanyakkan harta dan anak – anakmu, dan mengadakan untukmu kebun – kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai – sungai. Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah SWT”. (Q.S. Nuh : 10 – 12)

Dalam Al-Qur’an disebutkan :

وَيَا قَوْمِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَاراً وَيَزِدْكُمْ قُوَّةً إِلَى قُوَّتِكُمْ وَلا تَتَوَلَّوْا مُجْرِمِينَ (هود:52)
Artinya :
Dan (dia) berkata : “Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambah kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa.”
(Q.S. Hud : 52)

Allah juga menolak bala bencana dengan istighfar :

وَمَا كَانَ اللَّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ (الأنفال : 33)
Artinya :
“ Dan Allah SWT sekali – kali tidak akan mengazab mereka, sedangkan kamu berada diantara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedangkan mereka meminta ampun.” (Q.S. Al-Anfal : 33)

Dan Allah juga menurunkan rahmat :

قَالَ يَا قَوْمِ لِمَ تَسْتَعْجِلُوْنَ بِا لسَّيِّئَةِ قَبْلَ الْحَسَنَةِ لَوْلَا تَسْتَغْفِرُونَ اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ (النمل : 46)

Artinya :
“Dia berkata : ‘Hai kaumku, mengapa kamu minta disegerakan keburukan sebelum (kamu minta) kebaikan? Hendaklah kamu meminta ampun kepada Allah SWT agar kamu mendapat rahmat.” (Q.S. Al-Naml : 46)

Ini adalah tentang keutamaan istighfar di dalam Al-Qur’an, yaitu : Disamping pengampunan Allah SWT, dengan istighfar kita akan mendapatkan curahan hujan, keturunan, rizqi, dijauhkan dari bencana dan diberi curahan rahmat dari Allah SWT

Adapun hadits Nabi tentang keutamaan istighfar.

Disebutkan dalam riwayat yang banyak tentang istighfar diantaranya :
1.
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: سمعت رسول الله صلي الله عليه وسلم يقول: (( والله إني لاستغفر الله وأتوب إليه في اليوم أكثر من سبعين مرة))(57) ( رواه البخاري)

“ Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ”Demi Allah, sesungguhnya aku beristighfar dan bertaubat kepada Allah dalam satu hari lebih dari 70 kali.” (HR.Bukhari)

2.
2- وعن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : إِنِّي لَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ كُلَّ يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ (رواه النسائي في “السنن الكبرى” (6/114)
Artinya :
Dari Abu Hurairah r.a. : Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya aku memohon ampun kepada Allah Azza Wa Jalla dan bertaubat kepadanya setiap hari seratus kali.” (H.R. An-Nasa’i)

Nabi SAW tidak pernah meninggalkan suatu tempat kecuali beristighfar 70 kali .

3. Masalah Keutamaan Memohon Kepada Allah Agar Diberi Surga

Adapun masalah keutamaan memohon kepada Allah agar diberi surga telah
banyak riwayat yang datang dari Nabi SAW, diantaranya :

a. Hadits yang diriwayatkan oleh Sayyidina Annas bin Malik, beliau berkata :

عن أنس بن مالك قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ما سأل رجل مسلم الله عز وجل الجنة ثلاثاً إلا قالت الجنة: اللهم أدخله الجنة، ولا استجار من النار مستجير ثلاث مرات إلا قالت النار: اللهم أجره من النار

“Rasulullah SAW bersabda “Tidaklah seorang muslim meminta kepada Allah SWT surga 3 kali kecuali surga akan berkata” Ya Allah masukkan dia ke surga. Dan tidak meinta perlindungan kepada Allah dari api neraka kecuali api neraka mengatakan “Jauhkan mereka dariku Ya Allah” (H.R Imam Tirmidzi, Imam Ibnu Majah, Imam Nasai, Imam Ahmada, Imam Hakim.

b. Imam Bukhari juga meriwayatkan : Rasulullah SAW bersabda :

إذا سألتم اللَّه فاسألوه الفردوس (البخاري برقم 2790)
“Jika memina (berdo’a. ” (H.R. Bukhori)

Kita minta kepada Allah surga, dianjurkan oleh Allah SWT dan ini tidak ada terikat dengan waktu, kapan saja. Memang disana ada himbauan agar kita minta kepada Allah dijauhkan dari fitnah api neraka.

c. Imam Muslim juga meriwayatkan tentang doa saat kita membaca tasyahud :

إِذَا تَشَهَّدَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْتَعِذْ بِاللهِ مِنْ أَرْبَعٍ يَقُولُ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ. (رواه مسلم)

“Jika salah satu dari kalian membaca tasyahud hendaknya memohon perlindungan kepada Allah SWT dari 4hal. Ya Alloh sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari sikas neraka jahannam, dari siksa kubur, fitnah dalam hidup dan setelah mati dan dari fitnahnya dajjal.”

Inilah sekelumit riwayat – riwayat tentang keutamaan mengucapkan kalimat Laailaah illallah (لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ), beristighfar, dan himbauan kepada kita agar memohon surga dan dijauhkan dari api neraka.

Himbauan doa Khusus di Bulan Ramadhan

Kalau seandainya tanpa riwayat – riwayat yang khusus. Sungguh dzikir dan doa tersebut di atas bukanlah sesuatu yang dilarang bahkan tetap dihimbau dan dianjurkan untuk kita mengucapkan kalimat syahadat, membaca لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ , memperbanyak istighfar, memohon kepada Allah SWT surga dan meminta perlindungan dari api neraka.

Adapun tentang kekhususan doa tersebut di bulan Romadhon. Yaitu hadits Nabi SAW yang berbunyi :

وَاسْتَكْثَرُوْا فِيْهِ مِنْ أَرْبَعِ خِصَالٍ خَصْلَتَيْنِ تَرْضَوْنَ بِهِمَا رَبَّكُمْ وَخَصْلَتَيْنِ لاَ غِنًى بِكُمْ عَنْهُمَا فَأَمَّا الْخَصْلَتَانِ اللَّتَانِ تُرْضُوْنَ بِهِمَا رَبَّكُمْ فَشَهَادَةُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَتَسْتَغْفِرُوْنَهُ وَأَمَّا اللَّتَانِ لاَ غِنًى بِكُمْ عَنْهَا فَتَسْأَلُوْنَ اللهَ الْجَنَّةَ وَتَعُوْذُوْنَ بِهِ مِنَ النَّارِ

“Perbanyaklah di bulan romadhon dengan 4 hal. Dua hal akan menjadi sebab keridhoan Alloh kepadamu.dua hla yang engkau sangat membutuhkanya.bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Alloh dan memohon ampun kepadaNya.engkau memohon surga dan agar di jauhkan dari neraka.”

Ini adalah hadits khusus, dan hadits tersebut memang sebagian Ulama mengatakan hadits itu dhoif. Akan tetapi kita harus tahu bahwasanya : “ Tidak semua hadits yang dikatakan Ulama itu dhoif lalu dikatakan oleh Ulama lain juga juga dhoif. ” Sebab dikalangan ulama ada perbedaan pendapat di dalam menilai sebuah hadits. Sangat mungkin sekali sebuah hadits dikatakan shohih oleh seorang pakar hadits, akan tetepi dikatakan dhoif atau lemah oleh yang lainnya. Itu sudah umum di dalam masalah pemahaman tentang kekuatan atau derajat keshohihan sebuah Hadits. Maka bagi yang mengatakan tidak shohih mereka tidak mengambil, bagi yang mengatakan hadits itu shohih atau hasan maka itu diambil. Dari sinilah diantara sebab adanya masalah khilafiyah yaitu yang bermula dari Perbedaan diantara Para Ulama di dalam menilai sebuah Hadits.

Dalam hadits tersebut di atas sebagian Ulama mengatakan hadits ini shohih. Kalaupun Anda mendengar dari ulama hadits yang lainnya mengatakan hadits itu adalah dhoif, jika Anda mempercayai itu Anda tetap bisa membaca doa tersebut dengan hadits yang lainnya yaitu berdasarkan hadits – hadits yang umum tadi.

Adapun bagi yang mengatakan hadits itu adalah benar derajatnya, bukan dhoif dan palsu yaitu seperti penilain sebagian para ulama hadits bahwa hadits tersebut adalah hadits hasan dan hasan shohih. Seperti Ibnu Huzaimah memasukkan Hadits dalam kitab Shohihnya biarpun di akhirnya mengatakan ini Shohhal Khobar. Kalimat In Shohhal khobar artinya jika berita ini benar itu adalah kalimat yang sangat wajar di ungkapkan oleh ulama hadits. Kalimat itu bukan untuk menghukumi kalau hadits itu adalah lemah.

Kemudian ulama yang mengatakan hadits ini dhoif adalah karena hadits ini diriwayatkan melalui seorang perawi yang bernama Ali Ibn Zaid Ibn Jud’an. Yang mengatakan riwayat Ali Ibn Zaid Ibn Jud’an adalah lemah mereka langsung melemahkan hadits tersebut. Harus diketahui bahwasanya kelemahan Ali Ibn Zaid Ibn Jud’an bagi yang mengatakan itu lemah bukan karena beliau seorang pendusta. Selagi kelemahan hadits bukan karena dusta maka dianggap tidak parah kelemahannya.

Adapun bagi yang mengatakan bahwasanya Ali Ibn Zaid Ibn Jud’an bukanlah orang yang dikatakan lemah. Seperti yang dikatakan oleh Al-Haitsami, kemudian juga Imam Al-Bazzar. Imam Bazzar mengatakan bahwa hadits ini adalah hasan. Kemudian juga Imam Al-Haitsami dalam Majma’ Zawaidnya mengatakan bahwasanya hadits ini juga hasan. Hadits yang melalui orang ini (Ali bin Zaid bin Jud’an) adalah hasan. Kemudian juga Imam At-Tirmidzi mengatakan orang ini adalah Shoduuq, bisa dipercaya dalam urusan hadits. Bahkan beliau menghukumi hadits yang perawinya melalui Ali Ibn Zaid Ibn Jud’an adalah hadits hasan. Ini adalah perbedaan diantara para Ulama Muhadditsin.

4. Do’a Menyambut Lailatul Qodar

Nabi SAW mengajarkan kepada Sayyidatina Siti Aisyah r.a. bacaan untuk menyambut malam Lailatul Qodar yaitu :

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ الله عَنْهَا قَالَتْ: قُلْتُ: “يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَيُّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ الْقَدْرِ مَا أَقُولُ فِيهَا؟”، قَالَ: “قُولِي: اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ كَرِيمٌ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي”(أخرجه الترمذي))

Diriwayaytkan dari Sayyidatina Aisyah r.a.h. Beliau berkata : “ Wahai Rasulallah, jika aku melihat Lailatul Qodar apa kiranya yang aku baca di malam itu?” Nabi SAW menjawab : “ Bacalah : Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan Maha Pemurah, Dzat yang senang member pengampunan. Maka ampunilah aku Ya Allah ” . (H.R. At-Tirmidzi)

Ini adalah sekelumit doa doa yang dianjurkan atau dibaca di bulan Ramadhan dan disana masih ada doa – doa yang sangat banyak yang bisa dibaca di bulan Ra,amdhan. Intinya adalah mari kita perbanyak di bulan Ramadhan ini amal baik, dari dzikir, istighfarm doa, sholat, membaca Al-Qur’an, sedekah dan lain-lainya sebagai bukti kerindua kita untuk menjadi orang yang Berjaya di bulan Ramadhan.

Semoga Allah memberikan kepada kita pemahaman yang benar, ilmu yang manfaat dan menjadikan kita hamba yang kembali kepada Allah SWT dengan pengampunan di bulan Ramadhan dan mendapatkan pahala yang berlipat ganda.
Wallahu a’lamu bisshowab

APA BENAR SETELAH 15 SYA’BAN TIDAK BOLEH PUASA


APA BENAR SETELAH 15 SYA’BAN TIDAK BOLEH PUASA

Pertanyaan:
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Buya, apakah benar kalau sudah lewat tanggal 15 Sya’ban kita tidak boleh puasa?

Jawaban:
Wa’alaikumussalam Wr. Wb.
Menurut mazhab Imam Syafi’i yang dikukuhkan adalah haram (makruh karohatattahrim). Adapun menurut jumhur ulama dari Madzhab Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad dan Imam Malik hukumnya tidak haram.
Haram hukumnya puasa setelah nisyfu Sya’ban menurut mazhab Imam Syafi’i. Akan menjadi tidak haram dengan 3 perkara:

1. Karena kebiasaan puasa, seperti orang yang biasa puasa Senin dan Kamis, maka ia pun boleh melanjutkan puasa Senin dan Kamis meskipun sudah melewati nisyfu Sya’ban.
2. Untuk mengganti (qadha) puasa, misalnya seseorang punya hutang puasa belum sempat mengganti sampai nisyfu Sya’ban, maka pada waktu itu berpuasa setelah nisyfu Sya’ban untuk qadha hukumnya tidak haram.

3. Dengan disambung dengan hari sebelum nisyfu Sya’ban, misalnya dia berpuasa tanggal 16 Sya’ban kemudian disambung dengan hari sebelumnya (yaitu tanggal 15 Sya’ban). Maka puasa di tanggal 16 tidak lagi menjadi haram.
Pendapat ulama Syafi’iyah yang mengatakan haram dan akan menjadi tidak haram dengan 3 hal tersebut di atas karena mengamalkan semua riwayat yang bersangkutan dengan hal tersebut.
Seperti Hadits yang diriwayatkan oleh:
a. Imam Tirmidzi, Imam Abu Daud AS dan Imam Ibnu
Majah:
” إذا انتصف شعبان فل تصوموا“

“Apabila sudah pertengahan Sya’ban, maka janganlah kalian berpuasa.” (H.R. Al-Tirmidzi)

b. Imam

Bukhori dan Imam Muslim yang artinya:

“لَا تَقَدَّمُوا رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ وَلَا يَوْمَيْنِ إِلَّا رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمًا فَلْيَصُمْهُ”

“Janganlah kalian berpuasa satu atau dua hari sebelum Ramadhan, kecuali seseorang yang punya kebiasaan puasa sunah, maka bolehlah ia berpuasa.” (HR. Bukhari dan Muslim).

c. Hadits riwayat Imam Muslim:

“كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ إِلَّا قَلِيلًا”

“Nabi SAW biasa berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya dan hanya sedikit saja hari-hari berbuka beliau di bulan Sya’ban” (HR. Imam Muslim).

Dari hadits-hadits di atas, hadits pertama Rasulullah SAW melarang puasa setelah nisyfu Sya’ban dan hadis kedua Rasulullah melarang puasa setelah nisyfu Sya’ban kecuali orang yang punya kebiasaan puasa sebelumnya. Hadits yang ketiga menunjukkan bahwa Rasulullah SAW puasa ke banyak hari-hari di bulan Sya’ban.

Kesimpulannya:
Berpuasalahsebanyak-banyaknyadibulan Sya’ban dari awal Sya’ban hingga akhir. Jangan berpuasa setelah tanggal 15 Sya’ban, kecuali engkau sambung dengan hari sebelumya, atau untuk mengganti puasa atau karena kebiasaan berpuasa di hari-hari sebelumnya.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Hujjah Ilmiah Amalan di Bulan Sya’ban

Hujjah Ilmiah Amalan di Bulan Sya’ban

HUJJAH ILMIAH AMALAN DI BULAN SYA’BAN

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ حَمْدًا يُوَافِيْ نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَهُ يَارَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِيْ لِجَلاَلِ وَجْهِكَ وَلِعَظِيْمِ سُلْطَانِكَ سُبْحَانَكَ لاَنُحْصِيْ ثَنَاءًا عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلىَ نَفْسِكَ فَلَكَ الْحَمْدُ وَلَكَ الشُّكْرُ عَلىَ ذَلِكَ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ الْبَشِيْرِ وَالنَّذِيْرِ الَّذِيْ تَنْفَتِحُ بِهِ أَبْوَابُ الْخَيْرِ وَتَنْغَلِقُ بِهِ أَبْوَابُ الشَّرِّ وَعَلَى آلِهِ اْلأَطْهَارِ وَأَصْحَابِهِ الأَخْيَارِ. وَلاَحَوْلَ وَلاَقُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ الْعَلِيٍّ الْعَظِيْمِ,أَمَّا بَعْدُ.

Sya’ban adalah salah satu bulan yang mulia. Bulan ini adalah pintu menuju bulan Ramadhan. Siapa yang berupaya membiasakan diri bersungguh-sungguh dalam beribadah di bulan ini, ia akan akan menuai kesuksesan di bulan Ramadhan.

Dinamakan Sya’ban, karena pada bulan itu terpancar bercabang-cabang kebaikan yang banyak (yatasya’abu minhu khairun katsir). Menurut pendapat lain, Sya’ban berasal dari kata Syi’b, yaitu jalan di sebuah gunung atau jalan kebaikan. Dalam bulan ini terdapat banyak kejadian dan peristiwa yang sangat perlu diperhatikan oleh kaum Muslimin. Pada bulan ini, juga ada beberapa amalan yang biasa dilakukan oleh para Salafuna shaleh untuk mempersiapkan dan melatih diri dengan memperbanyak ibadah dalam rangka menyambut bulan Ramadhan.

Di antara amalan tersebut adalah:
1. PUASA
Puasa di bulan Sya’ban itu termasuk di sunnahkan karena untuk melatih agar nanti ketika Ramadhan tiba sudah terbiasa dengan puasa. Selain itu bulan ini juga banyak dilalaikan oleh manusia sebagaimana yang dijelaskan dalam beberapa hadits. Namun kita tidak perlu mengkhususkan hari tertentu dari bulan Sya’ban untuk berpuasa karena tidak ada hadits yang benar secara khusus menentukan hari tertentu untuk puasa. Yang ada adalah riwayat yang menjelaskan anjuran puasa bulan Sya’ban secara umum.

2. MENGHIDUPKAN MALAM NISHFU SYA’BAN
Jumhur ulama berpendapat bahwa menghidupkan malam nishfu Sya’ban hukumnya adalah sunnah, baik dengan cara beribadah secara bersama-sama atau sendiri-sendiri, dan kita boleh mengisinya dengan bermacam-macam ibadah seperti puasa, shalat dan lain sebagainya. Itulah yang dilakukan para ulama dalam menghidupkan malam nishfu Sya’ban.

A. KEUTAMAAN BULAN SYA’BAN
Disebutkan dalam beberapa hadits Shahih tentang keutamaan bulan Sya’ban yang sungguh sangat diperhatikan oleh Nabi Muhammad SAW.
Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim:

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يُفْطِرُ ، وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يَصُومُ . فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلاَّ رَمَضَانَ ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِى شَعْبَانَ

A. KEUTAMAAN BULAN SYA’BAN
Disebutkan dalam beberapa hadits Shahih tentang keutamaan bulan Sya’ban yang sungguh sangat diperhatikan oleh Nabi Muhammad SAW.
Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim:

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يُفْطِرُ ، وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يَصُومُ . فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلاَّ رَمَضَانَ ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِى شَعْبَانَ

Diriwayatkan dari Sayyidah Aisyah RA beliau berkata: “Rasulullah SAW biasa berpuasa, sampai kami katakan bahwa beliau tidak berbuka. Beliau pun berbuka sampai kami katakan bahwa beliau tidak berpuasa. Aku tidak pernah sama sekali melihat Rasulullah SAW berpuasa secara sempurna sebulan penuh selain pada bulan Ramadhan. Aku pun tidak pernah melihat beliau berpuasa yang lebih banyak daripada berpuasa di bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari no. 1969 dan Muslim no. 1156)

Hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad, Imam Abu Dawud dan Imam Nasa’i dan Imam Ibnu Khuzaimah dan beliau katakan hadits ini adalah shahih

عَنْ  أُسَامَةَ بْنَ زَيْدٍ قَالَ: قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ, لَمْ أَرَكَ تَصُومُ شَهْرًا مِنْ الشُّهُورِ مَا تَصُومُ مِنْ شَعْبَانَ, قَالَ : ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ, وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ, فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ

Dari Usamah bin Zaid berkata: Aku bertanya: “Wahai Rasulullah SAW, aku tidak melihatmu berpuasa seperti engkau berpuasa di bulan Sya’ban (karena seringnya), beliau menjawab: “Bulan itu adalah bulan yang dilalaikan oleh banyak orang, yaitu antara Rajab dan Ramadhan, di bulan itu diangkat amal-amal kepada Allah Tuhan semesta alam, dan aku ingin amalku diangkat dalam keadaan aku berpuasa.”

Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim:

عَنْ عَائِشَةَ لَمْ يَكُنِ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم– يَصُومُ شَهْرًا أَكْثَرَ مِنْ شَعْبَانَ ، فَإِنَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ

Dari Sayyidah A’isyah ra beliau berkata: “ Rasulullah SAW ShallAllahu ‘Alaihi Wasallam tidak biasa berpuasa satu bulan lebih banyak dari bulan Sya’ban. Sesungguhnya Rasulullah SAW berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya.” (HR. Imam Bukhari no. 1970 dan Imam Muslim no. 1156) Dalam lafazh Imam Muslim menyebutkan riwayat dari Sayyidah ‘Aisyah RA dengan sedikit berbeda.

كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ إِلاَّ قَلِيلاً

“Nabi SAW biasa berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya dan hanya sedikit saja hari-hari berbuka beliau di bulan sya’ban” (HR. Imam Muslim no. 1156)

Dari Riwayat-riwayat tersebut di atas sungguh sangat jelas bahwa Nabi Muhammad SAW sangat memperhatikan Bulan Sya’ban dengan berpuasa.

B. KEUTAMAAN MALAM NISHFU SYA’BAN

Tentang keutamaan malam nishfu Sya’ban telah banyak hadits dari Nabi Muhammad SAW di antaranya adalah:

Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, Imam Ibnu Majah, Imam Ahmad Bin Hanbal dan Imam Ibnu Hibban, beliau berkata hadits ini shahih yaitu:

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ : فَقَدْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةً فَخَرَجْتُ فَإِذَا هُوَ بِالْبَقِيعِ فَقَالَ أَكُنْتِ تَخَافِينَ أَنْ يَحِيفَ اللَّهُ عَلَيْكِ وَرَسُولُهُ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي ظَنَنْتُ أَنَّكَ أَتَيْتَ بَعْضَ نِسَائِكَ فَقَالَ إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَنْزِلُ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا فَيَغْفِرُ لِأَكْثَرَ مِنْ عَدَدِ شَعْرِ غَنَمِ كِلَبٍ

Dari Sayyidah Aisyah RA beliau berkata: “Aku kehilangan Rasulullah SAW pada suatu malam. Kemudian aku keluar dan aku menemukan beliau di pemakaman Baqi’ Al-Gharqad” maka beliau bersabda “Apakah engkau khawatir Allah dan RasulNya akan menyia-nyiakanmu?” Kemudian aku berkata: “Tidak wahai Rasulullah SAW, sungguh aku telah mengira engkau telah mendatangi sebagian isteri-isterimu”. Kemudian Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah menyeru hamba-Nya di malam Nishfu Sya’ban kemudian mengampuninya dengan pengampunan yang lebih banyak dari bilangan bulu domba Bani Kilab (maksudnya pengampunan yang sangat banyak).” (HR. Imam Tirmidzi, Imam Ibnu Majah, Imam Ahmad Bin Hanbal dan Imam Ibnu Hibban beliau berkata hadits ini shahih).

Domba Bani Kilab adalah gerombolan domba terbanyak di Jazirah Arab di waktu itu.

Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah dan Imam Baihaqi:

عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِيْ طَالِبٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ: إِذَا كَانَتْ لَيْلَةُ النِصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَقُوْمُوْا لَيْلَهَا وَ صُوْمُوْا نَهَارَهَا فَإِنَّ اللهَ تَعَالَى يَنْزِلُ فِيْهَا لِغُرُوْبِ الشَّمْسِ إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا فَيَقُوْلُ: أَلاَ مِنْ مُسْتَغْفِرٍ لِيْ فَأَغْفِرَ لَهُ ! أَلاَ مُسْتَرْزِقٌ فَأَرْزُقَهُ ! أَلاَ مُبْتَلَى فَأُعَافِيَهُ ! أَلاَ كَذَا… أَلاَ كَذَا… حَتَّى يَطْلُعَ الفَجْرُ

Dari Sayyidina Ali bin Abu Thalib bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “Apabila tiba malam nishfu Sya’ban, shalatlah pada malam harinya dan puasalah di siang harinya karena Allah menyeru hamba-Nya di saat tenggelamnya matahari, lalu berfirman: ‘Adakah yang meminta ampun kepada-Ku? niscaya Aku akan mengampuninya, Adakah yang meminta rezeki kepada-Ku? niscaya akan memberinya rezeki. Adakah yang sakit? niscaya Aku akan menyembuhkannya, Adakah yang demikian (maksudnya Allah akan mengkabul hajat hambanya yang memohon pada waktu itu)…. Adakah yang demikian…. sampai terbit fajar.”

Hadits yang diriwayatkan Imam Abu Nu’aim dan dikatakan shohih oleh Imam Ibnu Hibban begitu juga Imam Thabrani berkata semua perowinya adalah orang yang dapat dipercaya (Tsiqah):

عَنْ مُعَاذٍ بِنْ جَبَلٍ ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، قَالَ يَطَّلِعُ اللهُ تَبَارَكَ وَ تَعَالَى إِلَى خَلْقِهِ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ, فَيَغْفِرُ لِجَمِيْعِ خَلْقِهِ, إِلاَّ لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ

Dari Sayyidina Mu’ad Bin Jabal, dari Nabi SAW beliau berkata: “Allah Tabaraka wa Ta’ala melihat kepada makhluk-Nya pada malam Nishfu Sya’ban, lalu Allah mengampuni seluruh makhluk-Nya kecuali orang musyrik dan orang yang bermusuhan.”

Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, dari Abu Musa Al-Asy’ari RA:

عن أبي موسى الأشعري رضي الله عنه عن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: إن الله ليطلع في ليلة النصف من شعبان فيغفر لجميع خلقه إلا لمشرك أو منافق.

Dari Abu Musa Al-asy’ari RA dari Rasulullah SAW, beliau berkata: “Sesungguhnya Allah SWT melihat kepada hambaNya di malam nishfu Sya’ban maka Allah SWT mengampuni semua makhluk-Nya kecuali orang yang menyekutukan Allah atau orang munafik.“

C. KOMENTAR PARA ULAMA TENTANG MALAM NISHFU SYA’BAN

Al-Hafidz Ibnu Rajab Al-Hanbali berkata dalam kitabnya Lathoiful Ma’arif hal 199 – 201:

وليلة النصف من شعبان كان التابعون من أهل الشام كخالد بن معدان و مكحول ولقمان بن عامر وغيرهم يعظمونها ويجتهدون فيها في العبادة ،وعنهم أخذ الناس فضلها وتعظيمه… ((لطائف المعارف)) ص١٩٩-٢٠١

“Dan malan nishfu sya’ban adalah malam yang para tabi’in negara Syam seperti Kholid bin Ma’dan, Makhul, Luqman Bin Amir dan yang lainnya, mereka mengagungkan malam nishfu Sya’ban dan mereka bersungguh-sungguh dalam beribadah di malam tersebut. Dan dari mereka-lah umat Islam mengambil faham keutamaannya dan keagungannya.”

Dan Ibnu Hajar melanjutkan:

واختلف علماء أهل الشام في صفة إحيائها على قولين: أحدهما: أنه يستحب إحياؤها جماعة في المسجد. كان خالد بن معدان ولقمان بن عامر وغيرهما يلبسون فيها أحسن ثيابهم ويتبخرون ويكتحلون ويقومون في المسجد ليلتهم تلك. ووافقهم إسحاق بن راهوية في ذلك وقال في قيامها في المساجد جماعة: ليس ذلك ببدعة.

Ulama Syam berbeda pendapat dalam menghidupkan malam nishfu Sya’ban: Pendapat Pertama: Disunnahkan menghidupkannya secara berjamaah di masjid. Dan para ulama tersebut di atas mereka mengenakan pakaian yang paling bagus yang mereka miliki serta membakar kayu harum dan menggunakan celak. Mereka melakukan shalat di masjid pada malam itu. Dan pendapat ini disetujui oleh Ishaq Ibnu Rahawih dan beliau berkata: ”Ini bukanlah sebuah bid’ah”

وقال الشافعي: بلغنا أن الدعاء يستجاب في خمس ليال: ليلة الجمعة، والعيدين، وأول رجب، ونصف شعبان

Berkata Imam Syafi’i: “Telah sampai berita kepada kami bahwa doa akan dikabul di lima malam, malam Jum’at, malam 2 hari raya, dan awal Rajab Dan nifsu Sya’ban.”

Imam Adz-Dzahabi dalam kitabnya Tadzkirotul Khufadz juz 4 hal. 1328 di saat menjelakan biografinya Ibnu Asyakir, beliau katakan:

أبو القاسم بن عساكر، صاحب التصانيف ….قال ولده المحدِّث بهاء الدين القاسم: كان أبي رحمه الله مواظباً على الجماعة والتلاوة، يَختم كل جمعة، ويختم في رمضان كل يوم، ويعتكف في المنارة الشرقية – من جامع دمشق -،وكان كثير النوافل والأذكار، ويُحيي ليلة النصف – من شعبان – والعيد بالصلاة والذكر

“Ibnu Asyakir adalah seorang hafidz muhaddits Syam yang mempunyai banyak karangan, berkata putra Ibnu Asyakir, yaitu Bahauddin Al-Qosim berkata: “Ayahku (Ibnu Asyakir) selalu berjama’ah serta membaca Al-Qur’an dan hatam setiap Jum’at dan setiap hari di bulan Ramadhan dan selalu beriktikaf di menara Asyarqiyah di Damaskus. Beliau selalu memperbanyak shalat sunnah dan dzikir serta menghidupkan malam nishfu Sya’ban dan malam ‘id dengan shalat dan dzikir .

Berkata Imam Ibnu Haj dalam kitabnya Al-Madkhol juz 1 hal 257:

وبالجملة فهذه الليلة وإن لم تكن ليلة القدر فلها فضل عظيم وخير جسم، وكان السلف رضي الله عنهم يعظّمونها ويشمّرون لها قبل إتيانها، فما تأتيهم إلا وهم متأهّبون للقائها والقيام بحرمتها، على ما قد عُلم من احترامهم للشعائر… ))

Fasl malam nishfu Sya’ban Kesimpulannya “Malam nishfu Sya’ban meskipun bukan malam lailatul qadar, akan tetapi adalah malam yang mempunyai keutamaan yang sangat agung dan kebaikan yang sangat banyak. Ulama salaf mengagungkannya serta bersungguh-sungguh dalam menyambut kedatangannnya. Dan tidak datang malam nishfu Sya’ban kepada mereka kecuali mereka sudah siap menghidupkannya seperti yang telah diketahui dari mereka bahwa mereka adalah orang-orang yang mengagungkan syiar Allah.

Berkata Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa-nya, (Ibnu Taimiyah adalah tokoh kebanggaan orang-orang yang mengingkari kegiatan di Malam nishfu Sya’ban). Ibnu Taimiyah berfatwa:

إذا صلى الإنسان ليلة النَّصف وحده أو في جماعة خاصة كما كان يفعل طوائف من المسلمين فهو : حسن. ((مجموع الفتاوى)) ج ٢٣ ص١٣١

“Apabila ada orang Shalat di malam Nishfu Sya’ban dengan sendirian atau berjamaah sebagaimana yang dilakukan sebagian kaum Muslimin itu merupakan hal yang baik”.

وأما ليلة النصف فقد روي في فضلها أحاديث وآثار ،ونقل عن طائفة من السلف أنهم كانوا يصلون فيها ، فصلاة الرجل فيها وحده قد تقدمه فيه سلف وله فيه حجة فلا يُنْكَر مثل هذا، أمَّا الصلاة جماعة فهذا مبني على قاعدة عامة في الاجتماع على الطاعات والعبادات…

Beliau juga berkata dalam kitab yang sama hal 132. “Adapun keutamaan malam nishfu Sya’ban telah diriwayatkan dari hadits-hadits dan atsar (perkataan para sahabat dan tabi’in) dan sejumlah dari ulama salaf. Sesungguhnya mereka menghidupkan malam nishfu Sya’ban dengan shalat. Adapun shalatnya seseorang dengan sendirian pada malam nishfu Sya’ban, cara seperti itu telah dilakukan oleh ulama salaf dan dengan hujjah-hujjah (dalil-dalil) yang jelas. Maka hal ini tidak boleh diingkari. Adapun shalat Jamaah yang mereka lakukan di malam nishfu Sya’ban ini berdasarkan atas kaedah umum bahwa dianjurkan berkumpul dalam melakukan ketaatan dan ibadah.

Ibnu Taymiyah menjelaskan dalam kitab Iqtidha Shiratal Mustaqim hal 266:

ليلة النصف من شعبان. فقد روي في فضلها من الأحاديث المرفوعة والآثار ما يقتضي: أنها ليلة مُفضَّلة. وأن من السلف من كان يخصّها بالصلاة فيها، وصوم شهر شعبان قد جاءت فيه أحاديث صحيحة. ومن العلماء من السلف، من أهل المدينة وغيرهم من الخلف: من أنكر فضلها، وطعن في الأحاديث الواردة فيها، كحديث:{ إن الله يغفر فيها لأكثر من عدد شعر غنم بني كلب} وقال: لا فرق بينها وبين غيرها. لكن الذي عليه كثير من أهل العلم؛ أو أكثرهم من أصحابنا وغيرهم: على تفضيلها، وعليه يدل نص أحمد، لتعدد الأحاديث الواردة فيها، وما يصدق ذلك من الآثار السلفيَّة، وقد روي بعض فضائلها في المسانيد والسنن. وإن كان وضع فيها أشياء أُخر

Malam nishfu Sya’ban keutamaannya telah diriwayatkan dari banyak hadits dan atsar (perkataan sahabat dan tabi’in) yang kesimpulannya, “Malam nishfu Sya’ban adalah malam yang diutamakan”. Dan sebagian ulama salaf ada yang mengkhususkannya dengan melakukan ibadah shalat. Dan berpuasa di bulan Sya’ban telah diriwayatkan dari hadits-hadits yang shahih. Ada sebagian ulama salaf dari penduduk kota Madinah dan juga sebagian ulama khalaf yang mengingkarinya dan berusaha mencederai hadits-hadits yang menunjukan keutamaannya, seperti hadits: “Sesungguhnya Allah mengampuni di malam nishfu Sya’ban terhadap dosa dengan pengampunan yang lebih banyak dari bulu domba Bani Kilab”.

Setelah mereka yang mencederai hadits tersebut akhirnya mereka berkata bahwa tidak ada perbedaan di antara bulan Sya’ban dan bulan lainnya.

Akan tetapi kebanyakan ulama salaf telah mengutamakan (menghidupkan) malam nishfu Sya’ban, sebagaimana nash riwayat yang jelas dari Imam Ahmad karena banyaknya hadits yang menjelaskan tentang keutamaannya dan juga karena banyaknya perkataan dari para ulama salaf yang tersebut dalam kitab musnad-musnad dan sunan-sunan. Meskipun memang ada beberapa riwayat yang lain yang dipalsukan.”

D. KESIMPULAN
Bagi siapa pun yang ingin menyampaikan kebenaran harus jujur dan amanat karena ada ancaman hukuman berat dari Allah SWT bagi pengkhianat-pengkhianat. Ada sebagian kaum Muslimin yang mendustakan semua hadits yang berkenaan dengan keutamaan Bulan Sya’ban dan menghidupkan malam nishfu Sya’ban. Sungguh dikhawatirkan mereka akan dihukum oleh Allah karena telah berdusta atas Nabi Muhammad SAW.

Memang ada beberapa riwayat palsu tentang keutamaan menghidupkan malam nishfu Sya’ban, akan tetapi bagi orang yang takut kepada Allah SWT haruslah jujur, yang palsu harus dibuang. Akan tetapi jika ada riwayat yang telah dianggap benar (shahih) oleh Ahli Hadits tidak ada bagi kita kecuali menginsyafi dan menerimanya. Bahkan jika seandainya tidak ada riwayat yang benar dan hanya ada yang dhaif hal tersebut oleh para ulama masih bisa digunakan untuk memacu amal baik dengan syarat-syaratnya. Apalagi sudah terbukti ada beberapa ahli hadits yang menghukumi keshahihannya.

Dan telah disebutkan perkataan sebagian dari ulama-ulama yang menyeru untuk menghidupkan malam Nishfu Sya’ban dengan dzikir Shalat dan lain-lain. Maka jika ada orang di akhir zaman ini yang dengan lantang berkata bahwa ulama terdahulu tidak pernah menghimbau menghidupkan malam nishfu Sya’ban lalu mereka katakan menghidupkan malam nishfu Sya’ban adalah bid’ah, maka orang tersebut adalah salah satu dari dua.

Pertama; mereka adalah orang yang tidak mengetahui para ulama salaf. Jika demikian adanya, orang-orang tersebut tidak perlu diikuti, karena sempitnya wawasan tentang ulama salaf. Bahkan dia telah kurang ajar kepada ulama terdahulu.

Kedua; mereka telah mengetahui apa yang telah disebutkan oleh para ulama salaf di atas hanya karena kecurangan mereka, mereka sembunyikan kebenaran ini karena menuruti hawa nafsu. Kita pun tidak perlu mengikuti orang yang mengikuti hawa nafsu.

Bagi kita adalah tidak ada pilihan lain kecuali mengikuti ulama-ulama yang menghimbau dan menghidupkan malam nishfu Sya’ban.

Cara menghidupkan malam nishfu Sya’ban adalah dengan memperbanyak amal-amal yang diajarkan oleh Rasulullah SAW seperti melakukan shalat sunnah hajat, shalat sunnah tasbih, shalat sunnah witir atau dengan bershalawat, berdzikir, beristighfar dan membaca Al-Qur’an atau membaca ilmu yang menjadikan kita semakin dekat kepada Allah SWT.

Wallahu a’lam bish-shawab.

RASA TAKUT SETELAH KEMATIAN

RASA TAKUT SETELAH KEMATIAN

RASA TAKUT SETELAH KEMATIAN

Pertanyaan: Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Buya Yahya kami mau nanya. Kenapa saya setiap tidur siang kok hati saya kaget dan cemas “Kalau saya sudah meninggal bagaimana tidak bisa ketemu sama temen-temen yang baik, terus tidak ada dunia lagi.“

Jawaban:
Wa’alaikumussalam Wr. Wb.
Yang harus kita benahi adalah keyakinan kita tentang kehidupan setelah mati bahwa kehidupan setelah dunia ini adalah kehidupan dalam keabadian. Di sana ada alam lagi setelah dunia yang kenikmatannya lebih dahsyat dari kenikmatan dunia dan kawan di sana lebih banyak dan lebih baik dari kawan di dunia. Kemudian yang harus kita pikirkan adalah bagaimana kita bisa mendapatkan kenikmatan tersebut dan bagaimana kita mendapatkan kawan baik tersebut yaitu dengan cara meningkatkan amal baik kita, baik ibadah kepada Allah atau berbuat baik kepada sesama dan meninggalkan hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT. Yang harus kita yakini bahwa kemaksiatan serta kejahatan di dunia inilah yang akan menjadikan seseorang sengsara kelak di akhirat. Jika senantiasa hadir makna ini di hati anda niscaya hati anda akan senantiasa menemukan ketenangan.

Wallahu a’lam bish-shawab.

HUKUM MINYAK WANGI BERALKOHOL

HUKUM MINYAK WANGI BERALKOHOL

HUKUM MINYAK WANGI BERALKOHOL

Pertanyaan:

Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Buya, ma’af mau tanya. Bagaimana hukumnya menggunakan wangi-wangian yang mengandung alkohol, etanol, dsb?
Terimakasih. Wassalamu’laikum Wr. Wb

Jawaban:

Wa’alaikumussalam Wr. Wb.
Saudariku yang semoga senantiasa dalam rahmat Allah SWT, amiin. Alkohol adalah ruh atau inti khomr yang diharamkan oleh Allah SWT. Jadi hukum yang berlaku untuk khomr juga berlaku untuk alkohol. Hukumnya yaitu mutlaq tidak boleh (haram) dikonsumsi sebagai makanan dan minuman baik banyak atau sedikit. Maka hukumnya tetap haram jika ada makanan atau minuman atau untuk campuran obat. Obat atau apapun yang ada kandungan alkoholnya walaupun sangat sedikit (baik itu hanya 1 % atau 0,5 %) tetap hukumnya haram.

Yang anda tanyakan adalah penggunaannya di selain yang kami sebut di atas. Seperti untuk campuran minyak wangi atau yang lainnya yang digunakan untuk kulit atau baju kita
: Maka hal itu masuk pembahasan yang lain yaitu masalah najis tidaknya khomr dan alkohol dalam hal penggunaannya di kulit, badan atau di baju. Dalam hal ini para ulama tidak sepakat pada satu kata tentang kenajisannya. Jumhur ulama atau mayoritas ulama mengatakan bahwa khomr dan alkohol adalah
najis hakiki, “hissian wa maknawiyan“ ( lahir dan batin ) artinya ia najis seperti najisnya darah dan bangkai. Tidak sah shalat seseorang yang baju, badan atau tempat shalatnya terkena alkohol jika tidak disucikan terlebih dahulu.

Akan tetapi ada beberapa ulama yang mengatakan bahwa najisnya khomr dan alkohol adalah najis maknawi alias najis batin, yakni haram diminum dan dimakan tetapi tidak najis jika dipakai untuk kulit, badan dan baju. Sehingga dalam hal ini hukumnya sah shalatnya orang yang baju dan badannya terkena alkohol. Diantara ulama yang berpendapat seperti ini adalah seorang mujtahid mutlaq Imam Robi’aturroi dan seorang mujtahid dalam madzhab Imam Syafi’i yaitu Imam Al-Muzani.

Jika demikian adanya, maka sebisa mungkin kita mengikuti jumhur ulama. Kecuali jika kita dihadapkan pada saat merepotkan, semisal ada orang yang hendak menyemprotkan (memberikan) minyak wangi beralkohol ke baju kita. Maka untuk menjaga perasaan orang yang berniat baik tersebut, kita mengambil pendapat Imam Muzani dengan membiarkan orang tersebut menyemprotkan minyak ke badan kita. Artinya dalam keadaan tertentu kita bisa mengambil pendapat Imam Muzani untuk kemaslahatan.

Adalagi keterangan tentang alkohol yang biasa digunakan untuk minyak wangi, itu bukanlah alkohol yang biasa digunakan untuk konsumsi. Di dalam istilah kimianya pun juga berbeda. Maka, dari penjelasan ini alkohol yang ada pada minyak wangi hukumnya tidak seperti khomr yang najis sekaligus haram untuk dikonsumsi.

Adapun cairan seperti spirtus, solar, dll. itu haram hukumnya dikonsumsi karena membahayakan, bukan karena najis. Alkohol yang biasa digunakan untuk minyak wangi tidak bisa dikonsumsi bahkan sangat berbahaya untuk dikonsumsi. Apabila dikonsumsi bisa menyebabkan kebutaan karena memang alkohol ini bukan untuk dikonsumsi.

Wallahu a’lam bish-shawab.

HUKUM BERMAKMUM KEPADA IMAM YANG TIDAK FASIH

HUKUM BERMAKMUM KEPADA IMAM YANG TIDAK FASIH

HUKUM BERMAKMUM KEPADA IMAM YANG TIDAK FASIH

Pertanyaan:

Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Buya Yahya yang saya hormati, saya mau bertanya. Apa saja syaratnya menjadi imam dalam shalat berjamaah? Bolehkah anak muda mengimami jamaah yang lebih tua?

Jawaban:

Wa’alaikumussalam Wr. Wb.
Syaratmenjadiimamadalahpertama: asalkanshalatnya sendiri sudah sah menurut dirinya sendiri dan kedua ; sah menurut makmum, maka dia bisa jadi imam untuk orang lain.

Adapun jika shalatnya sah menurut Imam dan tidak sah menurut makmum, maka dalam Mazhab Syafi’i ada dua pendapat yang keduanya bisa diambil:

Pendapat pertama: (Al’ibrah bi’tiqadil makmum), maksudnya jika shalat imam menurut makmum tidak sah seperti jika bacaan imam tidak fasih atau imam tidak membaca bismillah dalam fatihah, maka bagi makmum yang fasih atau biasa dengan bismillah tidak sah shalatnya jika bermakmum dengan imam tersebut.

Pendapatkedua: (Al’ibrahbi’tiqadilimam), maksudnya jika imam sudah sah menurut imam, maka siapapun boleh bermakmum dengannya, maka shalat makmum tetap sah biarpun dia biasa membaca bismillah dan imamnya ternyata tidak membacanya. Pendapat yang kedua inilah yang lebih layak dihadirkan saat ini untuk meredam perdebatan.

Ada beberapa tatakrama jadi imam yang harus diperhatikan diantaranya adalah tahu diri. Jika bacaan Anda tidak bagus sementara ada orang yang lebih bagus atau anda ikut pendapat Imam Malik yang mengatakan bismillah tidak wajib dibaca sementara makmum ikut pendapat yang mewajibkan bismillah, maka janganlah Anda memaksakan diri jadi imam, sebab hal itu hanya membuat gundah para makmum yang kebanyakan orang awam. Sebaliknya jika anda menemukan imam yang tidak bijak, maka anda jangan ikut- ikut tidak bijak, ambillah pendapat kedua dan sahlah shalat anda. Anak muda boleh jadi imamnya orang yang sudah tua, asalkan jangan wanita jadi imamnya orang laki-laki.

Wallahu a’lam bish-shawab.