Apakah Imam Abu Manshur Al Maturidi Termasuk Ahlussunah Wal Jamaah?

Apakah Imam Abu Manshur Al Maturidi termasuk Ahlussunah Wal Jamaah

Assalamu ‘Alaikum WR. WB.
Semoga kesehatan selalu diberikan Allah swt kepada Buya …mohon penjelasan tentang Aqidah Asy’ariyah dan Maturidiyah ? mengapa kita harus memilih Imam Abul Hasan Al Asy’ariy ? apakah yang memilih Imam Maturidiy juga tergolong Ahlussunnah Waljama’ah ?
Wa’alaikum Salam WR. WB.
Terimakasih atas doa yang saudara Muhammad Zainuddin sampaikan, semoga Allah swt memberikannya juga kepada antum.
“Sebaik-baik abad adalah abadku kemudian abad setelah mereka kemudian abad setelah mereka”. (H.R. Tirmidzi)
Pada masa ulama salaf ini, di sekitar tahun 260 H, mulai menyebar bid’ah Mu’tazilah, Khawarij, Musyabbihah dan lainnya dari kelompok-kelompok yang membuat faham baru. Kemudian dua imam agung; Abu al-Hasan al-Asy’ari (W. 324 H) dan Abu Manshur al-Maturidi (W. 333 H) –semoga Allah meridlai keduanya– datang dengan menjelaskan aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah yang diyakini para sahabat nabi dan orang-orang yang mengikuti mereka, dengan mengemukakan dalil-dalil naqli (nash-nash al-Quran dan Hadits) dan dalil-dalil aqli (argumen rasional) disertai dengan bantahan-bantahan terhadap syubhat-syubhat (sesuatu yang dilontarkan untuk mengaburkan hal yang sebenarnya) Mu’tazilah, Musyabbihah, Khawarij tersebut di atas dan ahli bid’ah lainnya.
Sehingga Ahlussunnah dinisbatkan kepada keduanya. Mereka; Ahlussunnah Wal Jamaah akhirnya dikenal dengan nama al-Asy’ariyyun (para pengikut imam Abu al-Hasan Asy’ari) dan al-Maturidiyyun (para pengikut imam Abu Manshur al-Maturidi). Hal ini tidak menafikan bahwa mereka adalah satu golongan yaitu al-Jama’ah. Karena sebenarnya jalan yang ditempuh oleh al-Asy’ari dan al-Maturidi dalam pokok aqidah adalah sama dan satu.
Adapun perbedaan yang terjadi di antara keduanya hanya pada sebagian masalah-masalah furu’ (cabang) aqidah. Hal tersebut tidak menjadikan keduanya saling menghujat atau saling menyesatkan, serta tidak menjadikan keduanya lepas dari ikatan golongan yang selamat (al-Firqah al-Najiyah). Perbedaan antara al-Asy’ariyyah dan al-Maturidiyyah ini adalah seperti halnya perselisihan yang terjadi antara para sahabat nabi, perihal apakah Rasulullah melihat Allah pada saat Mi’raj?.
Sebagian sahabat, seperti ‘Aisyah dan Ibn Mas’ud mengatakan bahwa Rasulullah r tidak melihat Tuhannya pada waktu Mi’raj. Sedangkan Abdullah ibn ‘Abbas mengatakan bahwa Rasulullah r melihat Allah dengan hatinya. Allah member kemampuan melihat kepada hati Nabi Muhammad sehingga dapat melihat Allah. Namun demikian al Asy’ariyyah dan al-Maturidiyyah ini tetap sepaham dan sehaluan dalam dasar-dasar aqidah. Al-Hafizh- Murtadla az-Zabidi (W. 1205 H) mengatakan:
“Jika dikatakan Ahlussunnah wal Jama’ah, maka yang dimaksud adalah al-Asy’ariyyah dan al-Maturidiyyah “. (al-Ithaf, juz 2 hlm 6). Jadi aqidah yang benar dan diyakini oleh para ulama salaf yang shalih adalah aqidah yang diyakini oleh al-Asy’ariyyah dan al-Maturidiyyah. Karena sebenarnya keduanya hanyalah meringkas dan menjelaskan aqidah yang diyakini oleh para nabi dan rasul serta para sahabat. Aqidah Ahlusssunnah adalah aqidah yang diyakini oleh ratusan juta umat Islam, mereka adalah para pengikut madzhab Syafi’i, Maliki, Hanafi, serta orang-orang yang utama dari madzhab Hanbali (Fudhala’ al-Hanabilah).
Wallahu a’lam bish-showaab.

APAKAH AQIDAH ASY’ARIYAH SAMA DENGAN AQIDAH SALAFI/WAHABI? (ULUHIYAH, RUBUBIYAH, ASMA’ WAS-SHIFAT)

APAKAH AQIDAH ASY’ARIYAH SAMA DENGAN AQIDAH SALAFI/WAHABI?

(ULUHIYAH, RUBUBIYAH, ASMA’ WAS-SHIFAT)

Perbedaan Aqidah Asy’ariyah dengan Aqidah Salafy/Wahabi

Pertanyaan:

Assalamu’alaikum. Wr. Wb. Buya, semoga hari-hari Buya dipenuhi dengan  keberkahan dari  Allah SWT. Saya ingin bertanya. Apakah sama Aqidah Asy’ariyah dengan Aqidah yang dibagi 3, yaitu Uluhiyah, Rububiyah dan Asma’ Was-shifat? Karena aqidah yang 3 ini biasa dianut oleh golongan yang biasa membid’ahkan, mengkafirkan sesama muslim. Mohon penjelasannya. Jazakallah khairon.

 

Jawaban:

Waalaikumussalam Wr. Wb.

Saudaraku yang semoga dimuliakan Allah SWT. Paham Asy’ari tidak pernah membagi tauhid menjadi 3 bagian seperti tersebut dalam soal. Aqidah Asy’ariah adalah aqidah yang sudah dianut mayoritas ulama dunia, diantaranya Amirul Mu’minin Filhadits Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani  r.a. dan Imam Nawawi r.a. yang kitab-kitab mereka sudah tersebar dan dibaca oleh umat islam di penjuru dunia. Pembagian tauhid rububiyah, uluhiyah dan asma was-shifat adalah pembagian yang tidak ada di dalam aqidah Asy’ariyah. Benar yang anda katakan pembagian tauhid ini adalah aqidahnya orang yang suka membidahkan orang lain dan telah terbukti secara ilmiah kebatilan cara pembagian tauhid menurut cara mereka ini. Ada maksud di dalam pembagian ini, khususnya di dalam masalah tauhid asma wasifat, yaitu karena kelompok sesat ini ingin mengeluarkan faham Asy’ariyah dari kelompok kaum Muslimin yang benar, khususnya berkenaan dengan  ayat-ayat sifat atau ayat-ayat mutasabihat, berkenaan dengan  masalah boleh tidaknya ta’wil.  Wallahu alam bish-shawab.

APA MAKNA BERSAKSI PADAHAL KITA TIDAK MELIHAT ALLAH?

APA MAKNA BERSAKSI PADAHAL KITA TIDAK MELIHAT ALLAH?

APA MAKNA BERSAKSI PADAHAL KITA TIDAK MELIHAT ALLAH?
Pertanyaan:

Assalamu’alaikum. Wr .Wb. Buya, saya selalu menangis ketika ingat pertanyaan itu hadir pada saya. “Bagaimana kamu bisa bersaksi, sedangkan kamu tak melihat dan mendengar?” Demi Allah, yang menciptakan saya dari segumpal darah, saya beriman… Buya, bantu saya menjawab pertanyaan harfiah semacam ini. Terima kasih

 

Jawaban:

Waalaikumussalam Wr. Wb.

Kami sering paparkan permasalahan ini dalam banyak majelis kami saat membahas tentang Aqidah. Kami sederhanakan dalam dialog ringan bahwa bagi seseorang untuk mempercayai sesuatu tidak harus melihat dan mendengar (barangkali maksud penanya adalah bukti yang bisa ditangkap oleh panca indra). Bahkan kami tegaskan hanya orang gila yang hanya bisa percaya kepada yang bisa ditangkap oleh panca indra. Sebagai contoh: Ada 3 dokter yang anda kenal baik dan jujur dalam tutur katanya. Suatu ketika datang ke kampus anda membicarakan beberapa hal yang ada sangkut pautnya dengan medis. Kemudian 3 dokter tersebut mengeluarkan sebotol air putih yang kebetulan anda sangat merasa kehausan. Lalu sang dokter meminta anda untuk membuangnya sambil berkata: Tolong air keras ini dibuang dan jangan diminum sebab kalau diminum orang tersebut akan hancur tenggorokan dan ususnya dan langsung mati.” Anda yang mendengar omongan dokter tersebut langsung mempercayai kemudian langsung anda buang, atau anda berkata: Tidak dokter, saya tidak percaya dengan omongan anda. Karena aku belum melihat langsung buktinya, dan kebetulan saya haus biar saya minum saja.”

Coba renungi dengan cermat! Semua orang berakal akan paham. Jika anda membuangnya berarti akal anda sehat. Akan tetapi kalau anda justru meminumnya hanya karena mata anda belum melihat bukti ada orang terkapar mati setelah meminum air keras tersebut, maka semua orang akan berkata bahwa anda telah gila.

Banyak contoh lain yang menunjukkan bahwa orang bisa mempercayai sesuatu sekalipun tidak melihatnya atau tidak merasakan dengan  panca indranya. Anda fikir! Dengan  indra apa saat anda merasakan lapar dan kerinduan?

Ini adalah pendekatan pemahaman tentang iman kepada Allah SWT. Bahwa kita sungguh bisa mengimani keberadaan Allah SWT dengan cipta-karya Allah SWT yang bertebaran di jagat raya. Mari kita simak kalimat sederhana orang badui namun penuh makna: “Jika ada bekas tapak kaki manusia di jalan itu artinya barusaja ada orang yang melewatinya. Jika ada kotoran unta tentu keluar dari perut unta, biarpun aku tidak melihat orang tersebut dan tidak melihat unta tersebut.”

 

Wallahu alam bish-shawab.

 

AMALAN BULAN MAULID

AMALAN BULAN MAULID | Oleh : Buya Yahya

amalan bulan maulid buya yahya

Assalamu ‘Alaikum WR. WB.

Buya Yang kami Hormati, sebentar lagi kan kita akan memasuki bulan MAULID, amalan apa saja yang utama yang dilakukan di bulan maulid ?
Wa’alaikum Salam WR. WB.

Bulan Maulid atau bulan Robiul Awwal adalah bulan yang menurut kebanyakan ulama adalah bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Ada yang mengatakan kelahiran beliau di bulan Romadhon. Biarpun mereka berbeda pendapat yang jelas mereka bersepakat bahwa Nabi Muhammad SAW pernah terlahirkan. Jika kelahiran seorang anak saja ada artinya bagi sebuah keluarga, bagaimana dengan kelahiran manusia mulia Nabi Muhammad SAW. Inilah yang menjadikan para pecinta beliau untuk membuat acara yang mengingatkan mereka kepada Nabi Muhammad SAW. Baik itu acara kecil-kecilan di keluarga, kampung atau acara besar-besaran di kota. Acara tersebut bisa saja dengan pembacaan sejarah Nabi Muhammad lalu dibarengi dengan silaturahmi dan makan bersama. Kadang juga santunan kepada faqir-miskin serta kajian keagaman yang di sampaikan oleh seorang ustadz.

Amalan yang perlu di lakukan adalah tidak beda dengan amalan di luar bulan maulid. Hanya qoidah yang dikukuhkan para ulama adalah semua amalan mubah jika diniatkan untuk sambung hati kepada Nabi Muhammad maka amalan mubah itu menjadi sunnah. Apalagi amalan yang jelas-jelas di anjurkan sepertii sedekah, silaturahmi dan pembacaan sejarah Nabi dalam irama mengingat nabi Muhammad sungguh itu semua adalah kemulyaan dan penyuburan makna cinta kepada Nabi Muhammad SAW. Dari seperti inilah hakekat menjalankan sunnah Nabi Muhammad SAW akan terwujud.

Wallahu a’lam Bishshowab

Fikih Praktis Sholat Istisqa Oleh Buya Yahya

FIKIH PRAKTIS SHOLAT ISTISQA

Fikih Praktis Shalat Istisqa Oleh Buya Yahya

Shalat istisqa’ adalah shalat yang dianjurkan ketika lama tidak turun hujan atau ketika sumber mata air sudah lama mengering. Bagaimanakah tata cara pelaksanakan shalat istisqa dan bagaimanakah doa istisqa yang dianjurkan oleh Rasulullah. Simak penjelasan lengkapnya dalam artikel berikut. Silahkan di download dan disebarluaskan.

rev 3 FIQIH PRAKTIS SHALAT ISTISQA

Hukum Menggabung Puasa Jumat & Daud

PUASA HARI JUM’AT DAN PUASA DAUD AS DIGABUNG?
PUASA HARI JUM’AT DAN PUASA DAUD AS DIGABUNG?

PUASA HARI JUM’AT DAN PUASA DAUD AS DIGABUNG?

Pertanyaan:
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Mudah-mudahan Allah SWT senantiasa memberikan Rahmat dan hidayah-Nya kepada anda. Saya ingin bertanya tentang puasa Nabi Daud AS.

1. Saya pernah mendengar bahwa kita sebagai umat Muslim tidak diperbolehkan berpuasa pada hari Jum’at jika tidak diikuti puasa pada hari sebelum atau sesudahnya. Lalu bagaimana dengan puasa Nabi Daud AS? Karena jika kita berpuasa sehari dan tidak berpuasa sehari pasti kita menemui puasa pada hari Jum’at yang tidak disertai puasa pada hari sebelum atau sesudahnya. Bagaimana hukumnya?
2. Bolehkah kita menyatukan puasa Nabi Daud AS dengan puasa Senin-Kamis? Bukankah puasa Nabi Daud AS itu sehari puasa dan sehari tidak? Jika kita menggabungkannya dengan puasa Senin-Kamis, maka tidak sehari puasa dan sehari tidak. Bagaimana hukumnya ustad? Bolehkah berpuasa seperti itu?
3. Jika tidak diperbolehkan menggabungkan puasa seperti di atas, maka lebih utama yang mana, puasa sunnah Nabi Daud AS atau puasa sunnah seperti yang dicontohkan Rasulullah Muhammad Shalallahu’alaihi Wasallam?
Sekian pertanyaan dari saya. Mudah-mudahan Allah SWT selalu memberikan kemudahan dan kelapangan kepada anda.
Syukron.

Jawaban:
Wa’alaikumussalam Wr. Wb.
1. Puasa di hari Jum’at hukumnya makruh jika tidak disertai sehari sebelumnya atau sehari setelahnya. Kemakruhan ini akan menjadi hilang (tidak makruh lagi), jika bertepatan dengan kebiasaan puasa yang dijalani seperti yang anda tanyakan yaitu bertepatan saat puasa Daud AS, atau memang hari Jum’at itu bertepatan dengan hari disunnahkan puasa secara khusus seperti puasa Arafah atau karena mengqadha puasa wajib.

Artinya, jika anda puasa Daud AS di saat jatuh harinya berpuasa bertepatan hari jum’at, maka itu tidak makruh lagi atau anda ingin mengqadha puasa atau ingin puasa Arafah bertepatan di hari Jum’at maka saat itu tidak makruh lagi biar pun tidak disertai sehari sebelum dan sesudahnya.
2. Puasa Daud AS adalah puasa sehari dan buka sehari. Jika saat berbuka bertepatan hari disunnahkan puasa seperti hari Senin atau Kamis atau hari Arafah, maka puasa Daud AS tidak menghalangi puasa senin-kamis, arafah dan semisalnya yang memang telah disunnahkan secara khusus dengan keutamaan khusus seperti penghapus dosa setahun untuk puasa Arafah atau hari diangkatnya amal untuk puasa Kamis, bahkan justru puasa tersebut lebih berhak untuk dijalani. Oleh sebab itu tidak bertentangan bagi yang puasa Daud AS dan di saat semestinya berbuka bertepatan dengan puasa Senin atau Arafah, lalu ia puasa Arafah dan Senin dan hal itu tidak membatalkan makna puasa Daud AS.
3. Jawabannya boleh digabungkan. Ambilah keutamaan dua-duanya ! Wallahu a’lam bish-shawab.

HUKUM MEMBATALKAN PUASA SUNNAH

HUKUM MEMBATALKAN PUASA SUNNAH

Pertanyaan:
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Bagaimana hukumnya membatalkan puasa sunnah karena menghadiri walimah atau karena hal lainya?

Jawaban:
Wa’alaikumsalam Wr Wb.
Puasa sunnah dalam Madzhab Imam Syafi’i boleh dibatalkan di pertengahan. Adapun masalah keutamaannya adalah tetap diteruskan, kecuali jika di dalam membatalkan adalah suatu hal yang amat perlu, seperti di saat menghadiri walimah yang wajib atau menjaga hati orang yang ingin menghormati kita sebagai tamu, yang dikhawatirkan jika kita menolak akan menjadikan hubungan persaudaraannya akan berubah. Anda pun lebih baik berbuka, jika anda anggap hal itu perlu untuk menjaga hati orang yang mengajak Anda berbuka.

Wallahu a’lam bish-shawab.

KEUTAMAAN AMALAN PUASA BULAN MUHARRAM

Puasa MuharramKEUTAMAAN AMALAN PUASA BULAN MUHARRAM

Oleh : Buya Yahya
Pengasuh LPD Al-Bahjah

Bulan Muharrom adalah salah satu dari empat bulan mulia yang disebutkan dalam Al-Quran. Amalan yang di anjurkan adalah semua amalan yang di anjurkan di bulan lain sangat di anjurkan di bulan ini, hanya saja ada amalan yang sangat dianjurkan secara khusus di bulan ini yaitu :

1. Puasa tanggal 10 yang disebut dengan puasa ‘Asyuro, seperti yang telah disebutkan dalam hadits:
Rosulullah SAW bersabda : “Ini (10 Muharrom) adalah hari ‘Asyuro dan Allah tidak mewajibkan puasa atas kalian dan sekarang aku berpuasa, maka siapa yang mau silahkan berpuasa dan siapa yang tidak mau silahkan berbuka (tidak berpuasa) “ (Bukhori :1899 dan Muslim : 2653)

2. Dengan pahala akan diampuni dosa tahun yang lalu :
“ Dari Abu Qatadah -radhiyallahu ‘anhu-, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang puasa hari ‘Asyura. Beliau menjawab, “(Puasa tersebut) Menghapuskan dosa satu tahun yang lalu “. (Muslim : 2746).

3. Sangat dianjurkan untuk ditambah agar bisa berpuasa di hari yang ke-Sembilan, seperti yang telah disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim :ُ
“Diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma bahwasanya dia berkata, “Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berpuasa di hari ‘Asyura’ dan memerintahkan (perintah sunnah) manusia untuk berpuasa, para sahabat pun berkata, ‘Ya Rasulullah! Sesungguhnya hari ini adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani.’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berkata, ‘Apabila datang tahun depan Insya Allah kami akan berpuasa pada tanggal 9 (Muharram). Berkata Abdullah bin Abbas “ Belum sempat tahun depan tersebut datang, ternyata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah wafat.” ( Muslim : 1134/2666)

4. Lebih bagus lagi jika ditambah hari yang ke-Sebelas seperti disebutkan dalan sebuah riwayat dari sahabat Abdullah ibn Abbas :
“Berpuasalah kalian pada hari ‘Asyuro` dan berbedalah dengan orang Yahudi, (yaitu) berpuasalah kalian sehari sebelumnya atau sehari setelahnya” (Ibnu Khuzaimah: 2095).

5. Lebih dari itu berpuasa disepanjang bulan Muharom adalah sebaik baik bulan untuk puasa seperti disebutkan oleh Rasulullah dalam hadits yang disebutkan Imam Muslim :
”Sebaik baik puasa setelah bulan Ramadhan adalah puasa di bulan Muharom, dan sebaik-baiknya sholat setelah sholat fardhu adalah Sholat malam” (Muslim No: 2755).

KEUTAMAAN PUASA AROFAH

Sebentar lagi kita akan memasuki hari agung dan mulia yaitu Hari Arofah. Hari yang dipilih oleh Allah sebagai hari yang penuh dengan amalan-amalan ibadah di dalamnya. Bagi orang yang haji mereka melakukan wukuf di Padang Arofah dan bagi yang diluar atau bagi orang yang tidak melaksanakan ibadah haji disunnahkan untuk melakukan puasa di Hari Arofah. Secara umum di sepuluh awal Dzulhijjah disunnahkan kita untuk meningkatkan amalan-amalan yang sunnah yang biasa dilakukan di hari-hari yang lain. Lebih khusus lagi di Hari Arofah yaitu hari ke-9 Dzulhijjah.

Dalam hadits yang diriwayatkan Imam Abu Daud Rasulullah saw bersabda :

عن ابن عباس -رضي الله عنه- قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (ما من أيام العمل الصالح فيها أحب إلى الله من هذه الأيام) -يعني أيام العشر- قالوا: يا رسول الله، ولا الجهاد في سبيل الله؟ قال: (ولا الجهاد في سبيل الله، إلا رجل خرج بنفسه وماله فلم يرجع من ذلك بشيء)>رواه أبو داود (2438) والترمذي (757)

Diriwayatkan oleh Abu Daud , dari Ibnu ‘Abbas bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “ Tidak ada hari untuk beramal shalih yang lebih dicintai oleh Allah melebihi dari pada hari-hari ini (Sepuluh hari awal dari bulan Dzulhijjah). Mereka bertanya : Ya Rasulullah, pakah jihad fi sabilillah tidak bias menyamainya? Beliau menjawab : Jihad fi sabilillah tidak bias menyamainya, kecuali orang yang keluar (berjihad) dengan jiwa dan hartanya, kemudian tidak kembali dengan sesuatu apapun”.

Berpuasa adalah sebaik-baik amalan yang bisa dilakukan seorang hamba. Maka hendaknya kita rajin berpuasa di hari-hari seperti itu kemudian puncaknya adalah di hari arofah yang Nabi saw menyebutkan dalam hadits yang diriwayatkan imam muslim :

صيام يوم عرفه أحتسب على الله أنه يكفر السنة التي قبله والسنة التي بعده ) رواه مسلم(

“ Aku berharap kepada Allah semoga dengan Puasa Arofah Allah akan mengampuni dosa yang lalu dan dosa yang akan datang. “

Ini menunjukkan begitu pentingnya dan agungnya hari arofah. Disamping pahalanya besar akan tetapi juga menjadi sebab dosa kita diampuni oleh Allah SWT.

Kemudian yang harus kita ketahui juga bahwasanya, puasa arofah ini disunahkan bagi orang yang tidak melaksanakan ibadah haji. Adapun bagi orang yang melaksanakan ibadah haji disunnahkan bagi mereka dianjurkan dan dihimbau untuk memperbanyak dzikir memohon kepada Allah SWT di arofah kemudian bagi siapapun baik yang berada dipadang arofah atau yang diluar padang Arofah selain berpuasa hendaknya di hari arofah ini memperbanyak bersedekah, silaturrahmi terlebih lagi berdzikir kepada Allah SWT. Seperti disebutkan di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal :

روى أحمد عن ابن عمر مرفوعاً :ما من أيام أعظم عند الله ولا أحب إليه من العمل فيهن من هذه الأيام العشر فأكثروا فيهن من التهليل والتكبير والتحميد.

“Tidak ada hari yang lebih agung di hadapan Allah dan lebih dicintai oleh Allah melebihi dari pada hari-hari 10 awal dzulhijjah ini. Maka perbanyaklah di hari-hari tersebut dari takbir , tahlil dan tahmid”

Dzikir tersebut yang selama ini kita kenal dengan takbir :

اَللهُ أَكْبَرُ – اَللهُ أَكْبَرُ – اَللهُ أَكْبَرُ – اَللهُ أَكْبَرُ – اَللهُ أَكْبَرُ – اَللهُ أَكْبَرُ – اَللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ اَللهُ أَكْبَرُ ، اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ

Bagi orang yang ingin berpuasa di Hari Arofah atau di hari selainnya bagi yang masih hutang. Disini banyak Ulama berbeda pendapat. Menurut Imam Abu Hanifah bagi orang yang mempunyai utang yang utangnya adalah karena udzur seperti sakit, berpergian atau udzur-udzur yang menjadikan dia boleh berbuka puasa kemudian dia memasuki hari yang disunnahkan untuk berpuasa seperti hari arofah. Menurut madzhab imam abu hanifah orang tersebut tetap disunnahkan berpuasa dan tidak ada makruh sama sekali.

Adapun menurut madzhab Imam Malik dan Imam Syafi’i bagi orang yang masih mempunyai hutang kemudian dia berpuasa sunnah maka hukumnya makruh. Hendaknya didahulukan membayar hutang puasa wajibnya terlebih dahulu sebelum berpuasa sunnah.

Akan tetapi disitu juga dijelaskan oleh para ulama madzhab Syafi’i yaitu di saat kita membayar hutang puasa wajib, cukup dengan niat puasa wajib saja disaat seperti itu Allah akan memberikan kita pahala sunnah juga. Itulah kemuran dari Allah SWT akan tetapi dengan catatan tidak boleh digabungkan niat antara puasa sunnah dengan niat puasa wajib untuk mengqodho’ tadi, akan tetapi cukup dengan niat fardhu maka pahala sunnah akan didapat. Jika menggabungkan niat puasa sunnah dengan niat hutang puasa wajib puasanya menjadi tidak sah.

Jika menggabungkan puasa sunnah dengan puasa sunnah hal itu diperbolehkan dan mendapatkan pahala sesuai yang diniatkan. Misalnya puasa Arofah bertepatan hari Senen lalu kita menggabung Puasa Senen dan Arafoh maka kita akan mendapatkan pahala dua-duanya . Adapun cara niat berpuasa Arofah adalah cukup kita melintaskan di hati “Aku berpuasa arofah” itu sudah sah dan lebih baik lagi jika dikuatkan dengan lisan kita. Mari di 10 awal Dzulhijjah ini khususnya 9 Dzulhijjah kita berlomba-lomba melakukan kebaikan dengan segala bentuk kebaikan. Wallahu A’lam Bisshowab.

Oleh : Buya Yahya (Pengasuh LPD Al-Bahjah Cirebon)